Lima Hal yang harus dihindari dalam tata kelola keuangan startup
Bicara startup maka kita tidak hanya bicara idealisme, tetapi kita juga bicara perjuangan untuk memperbaiki sebuah tatanan ekonomi pribadi, organisasi, hingga negara. Startup bisa cek saja konflik akibat uang, startup bisa juga berhenti akibat uang, dan startup juga bisa sukses jika bisa mengelola asetnya terutama uang. Pada sesi kali ini kita akan membahas aksi finansial yang perlu diperhatikan oleh startup yang 'mencari' uang lewat produknya
#1 Membagikan Bagi Hasil Sesegera Mungkin
Founder dan Co-Founder sangat bersemangat berbagi hasil dari capaian mereka. Hal ini baik jika keuangan sudah terprediksi, semisal sudah ada kepastian pemasukan berdasarkan 'biaya' pelanggan. Namun, jika hanya berbasis proyek yang sifatnya come-and-go maka ada baiknya bagi hasil ditunda di penghujung tahun atau setiap half year misalnya. Uangnya yang ada bisa disimpan untuk keperluan lain atau cadangan kas.
#2 Lupa berinvestasi dari hasil
Pemilik startup sebagian besar mengarah kestabilan ekonomi untuk pegawai sehingga menghabiskan uangnya untuk belanja honor pegawai. Padahal lebih dalam terdapat hal yang dapat disisihkan untuk yang lain seperti mengikuti pelatihan berbayar, perjalanan dinas untuk pameran produk, hingga membeli perangkat pendukung kinerja.
#3 Lalai Mencatat Keuangan
Startup harusnya tidak hanya berisi orang yang pandai secara teknis, tetapi juga mendorong pelaksanaan tertib administrasi keuangan dengan mencatat setiap pemasukan, pengeluaran, asset, dan yang lain. Banyak startup yang lupa menyusun neraca, laba-rugi, dan cashflow dengan dalih pemasukan yang sedikit. Padahal kalau kita lihat, pemberi modal akan sangat senang jika melihat keuangan yang rapi, teratur, sehingga terprediksi di kemudian hari.
#4 Tidak Paham Pajak dan Tidak Berizin
Setelah menghasilkan pemasukan dan ingin bisnisnya menjadi besar maka langkah yang sering dilupakan adalah mengurus perizinan dan perpajakan. Perizinan diabaikan hingga sudah ditemukan fakta oleh pihak berwenang. Perpajakan tidak dilakukan karena minimnya pengetahuan pajak yang berujung anggapan repot bagi startup. Saran termudah adalah mengalokasikan staff khusus untuk mengurus perizinan dan keuangan. Kemudian, secara rutin mematuhi pajak yang saat ini cukup sederhana dengan 0.5% pemasukan bruto / bulannya.
#5 Satu bisnis model
startup memang harus idealis dan memiliki kultur yang unik agar bisa menjadi pembeda dalam keunggulannya. Salah satu upaya menjadi idealis adalah dengan satu bisnis model. Dan sayangnya itu adalah penyebab berhentinya napas inovasi. Semisal startup Anda menjual konten memasak selama dua tahun saja, maka akan dirasakan bagaimana napas inovasi memudar dan menjadi rutinitas yang lambat laun menurun. Lihat saja beberapa perusahaan enterprise yang masih mengaku startup mereka tidak berhenti di satu model bisnis saja, tapi banyak model bisnis. Contohnya startup travel saat ini merambah ke dunia jual beli tiket bioskop, kegiatan, bahkan jual beli merchandise super hero.
Jika startupmu masih terjebak, 5 hal tersebut yuk mulai berubah!
#1 Membagikan Bagi Hasil Sesegera Mungkin
Founder dan Co-Founder sangat bersemangat berbagi hasil dari capaian mereka. Hal ini baik jika keuangan sudah terprediksi, semisal sudah ada kepastian pemasukan berdasarkan 'biaya' pelanggan. Namun, jika hanya berbasis proyek yang sifatnya come-and-go maka ada baiknya bagi hasil ditunda di penghujung tahun atau setiap half year misalnya. Uangnya yang ada bisa disimpan untuk keperluan lain atau cadangan kas.
#2 Lupa berinvestasi dari hasil
Pemilik startup sebagian besar mengarah kestabilan ekonomi untuk pegawai sehingga menghabiskan uangnya untuk belanja honor pegawai. Padahal lebih dalam terdapat hal yang dapat disisihkan untuk yang lain seperti mengikuti pelatihan berbayar, perjalanan dinas untuk pameran produk, hingga membeli perangkat pendukung kinerja.
#3 Lalai Mencatat Keuangan
Startup harusnya tidak hanya berisi orang yang pandai secara teknis, tetapi juga mendorong pelaksanaan tertib administrasi keuangan dengan mencatat setiap pemasukan, pengeluaran, asset, dan yang lain. Banyak startup yang lupa menyusun neraca, laba-rugi, dan cashflow dengan dalih pemasukan yang sedikit. Padahal kalau kita lihat, pemberi modal akan sangat senang jika melihat keuangan yang rapi, teratur, sehingga terprediksi di kemudian hari.
#4 Tidak Paham Pajak dan Tidak Berizin
Setelah menghasilkan pemasukan dan ingin bisnisnya menjadi besar maka langkah yang sering dilupakan adalah mengurus perizinan dan perpajakan. Perizinan diabaikan hingga sudah ditemukan fakta oleh pihak berwenang. Perpajakan tidak dilakukan karena minimnya pengetahuan pajak yang berujung anggapan repot bagi startup. Saran termudah adalah mengalokasikan staff khusus untuk mengurus perizinan dan keuangan. Kemudian, secara rutin mematuhi pajak yang saat ini cukup sederhana dengan 0.5% pemasukan bruto / bulannya.
#5 Satu bisnis model
startup memang harus idealis dan memiliki kultur yang unik agar bisa menjadi pembeda dalam keunggulannya. Salah satu upaya menjadi idealis adalah dengan satu bisnis model. Dan sayangnya itu adalah penyebab berhentinya napas inovasi. Semisal startup Anda menjual konten memasak selama dua tahun saja, maka akan dirasakan bagaimana napas inovasi memudar dan menjadi rutinitas yang lambat laun menurun. Lihat saja beberapa perusahaan enterprise yang masih mengaku startup mereka tidak berhenti di satu model bisnis saja, tapi banyak model bisnis. Contohnya startup travel saat ini merambah ke dunia jual beli tiket bioskop, kegiatan, bahkan jual beli merchandise super hero.
Jika startupmu masih terjebak, 5 hal tersebut yuk mulai berubah!
Tidak ada komentar